Senin, 21 November 2011

HUKUM DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

PENCEGAHAN MASALAH HUKUM DALAM PRAKTIK KEDOKTERAN

Masyarakat yang mulai sadar hukum namun belum memahami bagaimana hukum itu, ditambah adanya aktor aktor intelektual yang sering kurang bertanggung jawab. menyebabkan masyarakat mudah terprovokasi. Disamping kita juga tidak boleh menutup mata, bahwa ternyata banyak masalah ketidak puasan pasien yang berasal dari pribadi pribadi dokter yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik, tidak berempati kepada penderita dan keluarganya. Jika hubungan dokter-pasien sudah erat, maka seorang pasien tidak akan begitu mudah menuntut dokternya, jika timbul sesuatu yang tidak diharapkannya.

Akhir akhir ini makin sering terjadi tuntutan dan gugatan hukum terhadap para dokter dan RS di Indonesia. Untuk itu sudah selayaknya masyarakat kedokteran Indonesia dan RS melakukan usaha bersama secara proaktif, yang ditujukan untuk melindungi, mencegah atau paling sedikit mengurangi jumlah kejadian tuntutan kepada para dokter dan dokter gigi.
Diantara upaya yang sangat mungkin dilakukan oleh dokter dan manajemen RS dalam usaha pencegahan maraknya tuntutan hukum tersebut, antara lain dengan:

1. Upaya Pencegahan Resiko.
a. Product Liability Prevention
b. Quality Assurance
c. SOP
d. Risk Management
e. Peningkatan Pengetahuan Hukum ( Kliniko Mediko Legal )
f. Taat dan Patuh pada Hukum, Peraturan, Norma, Susila, Etika Profesi, dll
g. Pintar berkomunikasi dan berempati dengan pasien dan keluarganya.
h. Kepekaan sosial

2. Menyiapkan Legal Defence
a. STR dan SIP yang valid dan relevan
b. Rekam Medis yang baik, benar dan lengkap
c. Informed Consent

3. Advokasi bagi Dokter Terlapor dari Organisasi Profesinya / Legal Aid / Penasehat Hukum.

4. Koperasi / Asuransi Anggota Profesi

Langkah mana yang akan menempati urutan awal dalam pencegahan resiko ini, tergantung kepada pribadi para dokter dan kebijaksanaan RS masing masing.
Namun yang penting adalah ada kemauan dan usaha untuk mencegah terjadinya tuntutan hukum.

Sumber: Buku Quo Vadis Kliniko Mediko Legal Indonesia

apa itu MALPRAKTEK?

MALPRAKTEK

Banyak kasus yang dilaporkan sebagai 'malpraktek' sebenarnya bukan benar benar malpraktek. Hubungan yang tidak harmonis antara dokter dan pasien, salah satunya akibat komunikasi yang tidak berjalan seperti yang diharapkan adalah salah satu faktor pemicunya. Dokter, disatu sisi sering mengabaikan empati, yang sebenarnya justru paling diharapkan pasien.

Sebagian besar keluhan ketidak puasan pasien disebabkan komunikasi yang kurang terjalin baik antara dokter dengan pasien dan keluarga pasien. Perhatian terhadap pasien tidak hanya dalam bentuk memeriksa dan memberi obat saja, tetapi juga harus membina komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Dokter perlu menjelaskan kemungkinan kemungkinan yang bisa terjadi dan rencana pemeriksaan pemeriksaan berikutnya, bukan hanya memeriksa pasien dan memberi obat saja. Pasien juga perlu untuk menanyakan ke dokter, minta dijelaskan kemungkinan kemungkinan penyakitnya.

Dengan pemahaman yang relatif minimal, masyarakat awam sulit membedakan antara risiko medik dengan malpraktek. Hal ini berdasarkan bahwa suatu kesembuhan penyakit tidak semata berdasarkan tindakan petugas kesehatan, namun juga dipengaruhi faktor faktor lain seperti kemungkinan adanya komplikasi, daya tahan tubuh yang tidak sama, kepatuhan dalam penatalaksanaan regiment therapeutic.
Kecenderungan masyarakat lebih melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil dari pengobatan dan perawatan tidak dapat diprediksi secara pasti. Petugas kesehatan dalam praktiknya hanya memberi jaminan proses yang sebaik mungkin, sama sekali tidak menjanjikan hasil.
Kesalahpahaman semacam ini seringkali berujung pada gugatan mal praktek.

Secara etik dokter diharapkan untuk memberikan yang terbaik untuk pasien. Apabila dalam suatu kasus ditemukan unsur kelalaian dari pihak dokter, maka dokter tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Begitu pula dari pihak pasien, mereka tidak bisa langsung menuntut apabila terjadi hal hal diluar dugaan karena harus ada bukti bukti yang menunjukkan adanya kelalaian. Dalam hal ini harus dibedakan antara kelalaian dan kegagalan.
Apabila hal tersebut merupakan risiko dari tindakan yang telah disebutkan dalam persetujuan tertulis ( Informed Consent ), maka pasien tidak bisa menuntut. Oleh karena itu, untuk memperoleh persetujuan dari pasien dan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan, dokter wajib memberi penjelasan yang sejelas jelasnya agar pasien dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya.

Istilah malpraktek adalah istilah yang kurang tepat, karena merupakan suatu praduga bersalah terhadap profesi kedokteran. Praduga bersalah ini dapat disalahgunakan oleh pihak pihak tertentu untuk kepentingan sesaat yang akan merusak semua tatanan dan sistem pelayanan kesehatan.
Masalah ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan oleh dokter atau RS yang ada, pada umumnya merupakan masalah miskomunikasi antara pasien dan dokter, sehingga yang tepat adalah istilah "Sengketa Medik".
Harus dianalisis terlebih dahulu setiap peristiwa buruk ( adverse event ) yang terjadi, sebab tidak semua adverse event identik dengan malpraktik kedokteran. Setelah dianalisis, baru dapat diketahui apakah masuk katagori pidana atau kecelakaan ( misadventure ).
Sengketa Medik yang ada harus diselesaikan melalui peradilan profesi terlebih dahulu.

Sumber:
Penyelesaian Hukum dalam Malapraktik Kedokteran, Nusye K I Jayanti, S.H, M.Hum, M.Sc
Hukum Kesehatan Pengantar Menuju Perawat Profesional, Ns.Ta'adi, S.Kep, M.HKes
Farmacia vol VIII no !2 Juli 2009

INFORMED CONSENT

INFORMED CONSENT

Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian.
Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.

Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).

Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi dirinya.
Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.

Tujuan Informed Consent:
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3 )

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 ( trespass, battery, bodily assault ).
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008, persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan ( Ayat 2 ).

Sumber: Buku Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia

Senin, 14 November 2011

Kata Sahabat :)

kata sahabat,
Orang hebat itu tidak di hasilkan melalui kemudahan, kesenangan dan ketenangan.
Mereka terbentuk melalui kesulitan rintangan dan air mata.
Ketika engkau mengalami sesuatu yang sangat berat dan merasa ditinggalkan dalam hidup ini,
angkatlah kepalamu ke atas, tataplah masa depanmu,
dan ketahuilah Allah swt sedang mempersiapkanmu untuk jadi orang yang luar biasa.
yakinlah bahwa esok kau akan jadi bagian dari,
orang-orang yang LUAR BIASA itu :)

#sebuah kata-kata manis dari salah seorang sahabat di kampus *Y*
buat kamu, semoga kata2 itu juga akan memberimu semangat dalam menjalani hidup ini, dan tetap terus tegar menghadapi pahitnya liku-liku kehidupan ini, lawan semua hal yang menghalangi cita2 kamu (termasuk penyakit itu) , aku yakin kamu bisa, aku berdoa semoga Allah swt memberi yang terbaik buat kamu, dan kita semua, aku masih berharap nantinya kita bisa luulus bersama-sama dan bisa meraih semua cita2 kita, menjadi seorang Dokter Gigi yang berguna bagi semua orang, yang soleh-solehah, yang tetap salalu menjaga nama baik semua sejawat Dokter Gigi ... amin :)

Infeksi Candida

Infeksi Candida